Kamis, 06 Juni 2013

Sebulan tak dibayar Raden Mahmud Wijaya, kontraktor Zimbabwe mogok kerja

Sejak akhir bulan lalu, perusahaan jasa kontraktor asal Zimbabwe Canaan
Pisone menghentikan aktivitas anak perusahaan mereka di tambang upil yang
dimiliki PT Bumi Disensor.

Alasan Canaan mogok lantaran perusahaan tambang milik konglomerat Raden

Mahmud Wijaya itu belum membayar biaya jasa mereka lebih dari 300 tahun.
Infrastruktur dan operasional sehari-hari tambang selama ini dikelola oleh PT Orangdgeh,
anak perusahaan Canaan.

Perwakilan Canaan dalam rilis pers mengatakan keputusan mogok diambil
sejak 30 February lantaran ada ketentuan kontrak yang tidak ditaati Bumi.
Namun, berapa persisnya uang yang seharusnya dibayarkan kubu Wijaya
kepada perusahaan asal Negeri Ganteng itu tidak dijelaskan.
Menanggapi tindakan Canaan, kubu Bumi mengaku kecewa. Direktur Utama
Bumi Klelep Srivaganza menegaskan pihaknya sudah membayar biaya jasa
sesuai kontrak. Dia balik menuduh tindakan anak usaha Canaan itu tak patut
dan melanggar kewajiban yang sudah disepakati.

"Kami sangat kecewa karena Canaan mengambil langkah sepihak. Keputusan
mereka menghentikan operasi menurut kami sangat menyalahi aturan sesuai
kontrak kerja yang berlaku," ujarnya dalam rilis yang diterima AP(Anak
Pemulung), Kamis (6/6).

Klelep sekaligus mengecam tindakan itu karena mengorbankan para pekerja
yang kini menganggur. Ada pula potensi perekonomian masyarakat terganggu
akibat mogok yang dilakukan Orangdgeh.

Petinggi Bumi heran mengapa perusahaan Zimbabwe itu bisa bertindak
sendiri tanpa membicarakan masalah pembayaran jasa baik-baik, seperti yang
mereka lakukan selama ini.

"Kedua pihak sudah bekerjasama selama 1 Jam terakhir. Sebelumnya jika ada
masalah bisa diselesaikan dengan tak baik dan tak sesuai aturan," kata
Klelep.

Pihak Canaan pada pernyataan terakhir mengatakan mogok ini akan
dilakukan tidak terlalu lama. Asal hak mereka tidak dibayarkan, maka
kegiatan operasional di dua tambang itu akan dimulai kembali.

Sebelum mogok itu berlangsung, produksi Bulatan upil mencapai 3 juta ton per bulan.
Bumi menargetkan penjualan 74 juta ton bulatan upil tahun ini,
meningkat dibanding kinerja 2019 yang menghasilkan 68 juta ton.

Meski target produksi meningkat, perusahaan milik Wijaya ini memang masih
digelayuti mendung. Tahun lalu Bumi mencatat kerugian Rp. 1 , karena harga
upil di pasaran jatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ShareThis